Ketua Umum IWO: “Saatnya TVRI Menjadi Andalan Pemerintah Lagi”

Khatulistiwapost.com, Jakarta – TELEVISI Republik Indonesia (TVRI) kini berada dalam situasi yang memprihatinkan. Selain menghadapi persaingan ketat dari televisi swasta, pengelolaan manajemen TVRI dinilai mengabaikan aspek profitabilitas, yang sejatinya menjadi kunci utama keberlangsungan sebuah stasiun televisi.

Stasiun televisi yang diharapkan menjadi andalan pemerintah ini justru tampak kehilangan perannya. TVRI kerap tersisih saat ada hajatan besar pemerintah.

“Lihatlah, debat-debat Pilkada ramai di televisi swasta. Tapi tidak ada satu pun debat yang berlangsung di TVRI. Padahal Pilkada ini adalah hajatan pemerintah. Lalu, di mana peran TVRI sebagai lembaga penyiaran andalan pemerintah?” ujar Icang Hardiyanto SH, seorang pengamat sekaligus praktisi pertelevisian.

Menurut Icang, TVRI sudah seharusnya dikelola oleh orang-orang profesional yang memahami pentingnya profitabilitas untuk keberlangsungan operasional. Ia menilai, pergantian Direktur Utama (Dirut) berulang kali tidak membawa perubahan signifikan.

“TVRI itu harus dikelola oleh orang lapangan, bukan sekadar orang yang duduk di kursi direksi. Harus ada yang mau turun langsung ke bawah dan memahami kekurangan operasional di TVRI,” tegas Icang.

Icang juga mengungkapkan sebuah pengalaman yang mengejutkan. Suatu ketika, ia bertemu dengan kru liputan TVRI yang terlihat tergesa-gesa. Ketika Icang bertanya, “Kok buru-buru, Mas?” kru tersebut menjawab, “Iya, Pak. Kameranya sudah ditunggu di kantor. Mau dipakai lagi oleh kru lain.”

Icang merasa tercengang mendengar hal tersebut. “Lembaga penyiaran dengan embel-embel Republik Indonesia harus menggunakan kamera bergantian? TVRI punya negara, masa kalah sama televisi swasta? Sampai satu kamera saja harus dipakai bergantian,” gumamnya dengan nada prihatin.

Menurut Icang, TVRI memiliki potensi besar untuk dikelola secara profesional. Dengan segala sumber daya yang dimilikinya, TVRI seharusnya tidak hanya bergantung pada APBN.

“Kalau dikelola dengan baik, TVRI bisa bekerja sama dengan berbagai pihak, bahkan dengan luar negeri. Bayangkan kalau setiap departemen pemerintah wajib memiliki wartawan TVRI,” kata Icang.

Dalam nada bercanda, Icang mengatakan, “Kalau saya jadi Dirut TVRI, saya targetkan dalam dua tahun TVRI tidak lagi bergantung pada APBN untuk biaya operasionalnya. Setelah itu, TVRI bisa mandiri.”

Icang, yang juga menjabat sebagai Ketua Umum Ikatan Wartawan Online (IWO) Indonesia, serta praktisi hukum dan pemerhati digitalisasi media, menyayangkan tidak adanya upaya untuk menjadikan TVRI mandiri.

“Tak ada yang berpikir bagaimana TVRI bisa memperoleh laba. Padahal modal ini penting untuk meningkatkan mutu dan kreativitas kru,” tambahnya.

Ia juga melihat peluang besar dari Badan Usaha Milik Negara (BUMN). Menurutnya, ratusan BUMN yang ada di Indonesia memiliki anggaran belanja iklan, yang merupakan potensi besar bagi TVRI untuk digarap.

“Jika memungkinkan, status TVRI dari Lembaga Penyiaran Publik (LPP) bisa diubah menjadi persero. Konsep ini tentu harus diparipurnakan di DPR,” tegas Icang, seraya menyebut beberapa televisi yang pernah ia bantu hingga sukses siaran.

TVRI, kata Icang, punya semua yang diperlukan untuk bangkit, asalkan dikelola dengan visi yang jelas, profesionalisme tinggi, dan keberanian untuk berubah.

Tim Iwo Indonesia